Wisata ke Kota Batam Island

Pulau Batam adalah salah satu dari 3000 pulau, yang merupakan bagian dari gugusan pulau yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Dan pulau yang bertetangga langsung dengan Negara Singapura ini, bisa ditempuh dalam perjalanan laut dari Ibukota Provinsi Kepri Tanjungpinang, kurang lebih 1 jam perjalanan, dengan menggunakan kapal Ferry.

Pertumbuhan penduduk di kota Batam ini, memang terbilang sangat pesat. Bahkan, mencapai 100.000 jiwa pertahun. Sebagai kota Industri terbesar di Kepri, kota Batam juga menjadi sasaran para Investor untuk menanamkan investasinya. Hal ini juga dianggap sebagai penyebab pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Sebelumnya, sejarah kota Batam diambil dari belokan tajam yang dimulai pada tahun 1969. Ketika itu, daerah ini menjadi pendukung utama perusahaan minyak Pertamina. Dan penjelajahan minyak di lepas pantai. Pada tahun 1971, saat itu, keputusan presiden mencalonkan daerah ini menjadi daerah industri. Dan pada tahun 1975, kekuasaan kota Batam telah terbentuk. Di tahun 1978, kota Batam dijadikan sebagai daerah Industri berkelas Internasional.

Untuk mendukung industri minyak Batu Ampar, dan industri elektronik yang berkembang di kota Batam, saat ini kota Batam telah mempunyai nilai lebih. Dan untuk menarik minat para wisatawan, pemerintah kota Batam mendirikan kawasan wisata. Sampai saat ini, kota Batam telah ramai dikunjungi para turis dari manca negara. Beberapa diantaranya, datang dari negara Singapura. Biasanya, para turis itu, datang untuk menghabiskan liburan pendeknya bersama teman-teman dan keluarganya. Yang dominan mereka lakukan, sering berbelanja barang yang bebas cukai. Dan makanan laut yang istimewa.

Sebagai sarana pendukung, pemerintah kota Batam terlihat telah membangun hotel-hotel berkelas Internasional. Selain belanja, para turis mancanegara, selalu melakukan bisnis. Pulau Batam yang ukurannya tiga kali lipat dari negara Singapura, kini telah mejadi salah satu pusat bisnis di negeri ini. Sehingga, membuat pesatnya pertumbuhan di kota Batam. Sebelum kota Batam disulap menjadi kota Metropolis, pulau ini dipenuhi dengan suburnya tumbuhan hutan Bakau. Tapi kini, telah dipenuhi gedung pencakar langit dan ramainya tempat Ibadah, seperti Kuil, Vihara, Klenteng, Masjid, dan Gereja serta pusat perbelanjaan dan lain-lain sebagainya.

Selain itu, Waduk tempat sumber air bersih untuk dikonsumsi penduduk yang jumlahnya sekitar 800,000 jiwa. Dan untuk kebutuhan industri, kota Batam juga telah memiliki Bandara yang berfungsi sebagai pintu gerbang utama. Bahkan, lapangan terbang yang diberi nama Hang Nadim itu, kini telah memiliki fasilitas serba komputerisasi. Menggunakan sistem telekomunikasi yang baik. Selain itu, bandara tersebut, juga dihiasi dengan taman industri.

Sampai saat ini, Bandara tersebut, telah menjadi pusat urbanisasi terbesar di provinsi Kepri.

Dari sudut kepemerintahan, kota Batam memperoleh status khas, di bawah kekuasaan pemerintahan pulau Batam (BIDA). Selain bebas dari pungutan cukai, Pulau ini juga dipenuhi tempat-tempat liburan yang berkelas Internasional. Artinya di kota ini belanja bebas cukai, tempat perbelanjaan di hotel dan terminal kapal ferri.

Ketika semuanya berubah tempat, kota Batam telah bertahan mengantongi daya pesona pedesaan. Karena, dipandang aman dengan pantai-pantai yang tenang. Perkampungan nelayan menyediakan makanan laut yang segar dan nikmat untuk para pengunjung. Pantai pasir putih dengan pohon palm di pinggir pantai. Dan kehidupan kebiasaan masyarakat kampung nyaris tidak terganggu.

Salah satu dari kawasan pantai di kota Batam adalah Pantai Nongsa. Pantai Nongsa terletak di bagian Timur Laut pulau Batam. Dan merupakan salah satu pantai yang paling ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun warga Batam disaat liburan.

Selain pantai, terdapat juga resort, hotel, lapangan golf dan sarana olahraga air. Pemandangan pantai dan juga hutan yang masih alami, akan menjadi pilihan yang tepat bagi wisatawan mancanegara maupun domestik untuk berlibur di daerah ini. Perjalanan menuju tempat wisata dari pusat kota, bisa menyewa taksi ataupun ojek.

Fahrudin (40) salah satu karyawan sebuah hotel di Nongsa mengaku, dunia wisata di Batam, banyak menyerap tenaga kerja dari pulau Penyengat, Batam. Pria yang sudah 5 tahun bekerja ini, mengaku banyak kerabatnya yang bekerja di pantai Nongsa. Karena itulah Fahrudin mengaku ikut bertanggung jawab menjaga kelangsungan dunia wisata di Nongsa.


Bagi wisatawan dari negara Singapura, yang hendak berkunjung ke kota Batam, bisa menaiki kapal ferry dari pelabuhan Tanah Merah Singapura. Dan selanjutnya, berlabuh di Terminal Nongsa. Untuk penginapan ada beberapa hotel yang terletak di sekitar pantai Nongsa. Waktu yang cocok pergi ke daerah ini adalah dikala sore hari. Dimana kita bisa menikmati suasana senja sambil memandang merahnya cahaya mentari, sunset. Bagi yang pertama kali berkunjung ke daerah ini, mungkin untuk arah dan jalan sekeliling pantai akan terasa membingungkan. Tapi, janganlah malu untuk bertanya kepada warga sekitar, terutama kepada keamanan.

Syahrial, salah satu penjaga pantai Nongsa yang telah bekerja empat tahun mengatakan, pantai Nongsa telah memberikan sumber penghasilan bagi keluarganya. Meskipun ia tidak menyebutkan penghasilan per bulannya tetapi ia mengaku, cukup untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya. “Anak saya yang paling besar baru duduk di bangku SMP kelas dua,” kata Syahrial sambil tersenyum.

Selain Nongsa, dapat berkunjung ke pulau Galang yang bersejarah, berkaitan dengan pengungsi Vietnam. Atau yang dikenal dengan manusia perahu. Pulau Galang mengingatkan saya sejenak pada 23 tahun lalu. Saat duduk di bangku perguruan tinggi, saya pernah membaca sebuah novel bersampul merah dengan judul, kalau tidak keliru, “Mendung Di Atas Vietnam” Saya lupa siapa penulisnya. Judulnya pun mungkin tidak tepat begitu. Tetapi isi ceritanya yang masih saya ingat benar sampai sekarang!

Novel lawas itu bercerita tentang pengorbanan cinta gadis belia pengungsi Vietnam bernama Nguyen yang terdampar di Pulau Galang, sebuah pulau berjarak kurang lebih 80 kilometer dari Pulau Batam. Nguyen telah kehilangan semua saudara-saudara dekatnya karena dibantai rezim komunis saat itu. Ia diselamatkan tetangganya dan dinaikkan ke kapal kecil, lebih tepat disebut tongkang kayu, untuk berlayar tanpa tujuan asalkan bisa keluar dari neraka Vietnam.

Nguyen. Kalau saja saat itu si pengarang tahu wajah aktris Malaysia Michelle Yeoh, mungkin ia akan sepikiran dengan Andrea Hirata dalam menggambarkan Nguyen sebagai si cantik Yeoh. Tapi saat novel itu disusun, Yeoh mungkin masih mengenakan celana monyet atau kemana-mana tanpa “bra” karena memang masih kanak-kanak.

Ah Nguyen!

Saya coba mengingat lagi Nguyen di novel yang saya baca tersebut. Seorang gadis yang dengan sukarela menyerahkan kegadisannya kepada pria pribumi, yakni si tokoh aku, seorang perjaka “toloheor” (kata orang Sunda) alias play boy berat. “Aku yakin semua gadis Vietnam sudah tidak perawan bahkan sebelum sampai ke Pulau Galang. Apalagi setelah sampai di Pulau Galang, gadis pengungsi Vietnam biasa menyerahkan tubuhnya kepada penguasa untuk menjaga kelangsungan hidupnya,” demikian kira-kira si tokoh aku berprasangka.

Si tokoh aku hanya main-main saja mencintai Nguyen, sebaliknya Nguyen mencintai si aku, pria Indonesia itu, dengan tulus. Si pria Indonesia sudah terlalu sering gonta-ganti perempuan, dan masih menganggap Nguyen “korban berikutnya”. Waktu pun tiba, dalam kesenyapan malam dan temaram bulan yang menyelinap hutan Pulau Galang, si pria Indonesia bergumam setelah melampiaskan hasratnya. “Nguyen, rupanya kau masih perawan!” Dan Nguyen hanya bisa terisak…

Nah, itulah novel. Tetapi beberapa saat lagi, saya akan segera menemui jejak-jejak maya Nguyen, sebuah sosok entah ada entah tiada, hanya penulis novel itu sendiri yang tahu. Apa pedulinya. Yang jelas, saya akan segera berkunjung ke Pulau Galang yang pada tahun 1979 dijadikan tempat berlabuh ribuan pengungsi Vietnam akibat prahara politik di sana. Di benak saya, Nguyen “masih hidup” dan ada di pulau itu.

Begitu memasuki kampung yang kini direstorasi menjadi salah satu tempat wisata sejarah, dengan mudah kami membaca “Galang, Memory of a Tragedic Past” di sebuah plang besar. Kala itu dengan bahasa Inggris yang pas-pasan kami terjemahkan “Galang, Kenangan akan Tragedi Masa Silam”.

Semua berawal dari konflik antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara (Vietkong) pada tahun 1970-an. Pengambil alihan Saigon, ibukota Vietnam Selatan oleh Vietnam Utara pada tahun 1975 memicu berulangnya kembali peperangan. Situasi ini memaksa ribuan warga Vietnam eksodus besar-besaran keluar dari negeri itu.

Mereka umumnya menggunakan perahu yang berukuran kecil dan dimuati puluhan orang yang kelak disebut manusia perahu. Setelah terapung-apung di laut, ada yang berbulan-bulan bahkan sampai setengah tahun, banyak diantara mereka yang terdampar hingga ke perairan Indonesia, diantaranya Tanjung Pinang, Natuna, Teluk Keriting, Batu Hitam, Tanjung Unggat, Sungai Walang dan daerah lainnya. Pada tahun 1979, komisi tinggi PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR) bekerja sama dengan pemerintah RI memilih pulau yang luasnya kurang lebih 8.000 Ha ini untuk menampung para pengungsi yang tersebar, sebelum mereka disalurkan ke negara ketiga

Di pulau yang terletak di sebelah tenggara Batam ini masih bisa menyaksikan beberapa peninggalan para pengungsi, diantaranya terdapat Monumen Perahu, yang terdiri dari tiga perahu. Dengan perahu kecil inilah, para pengungsi Vietnam beberapa tahun lalu mempertaruhkan nyawa menyeberangi laut Cina Selatan, demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tampak pula bangunan-bangunan rumah ibadah (vihara, pagoda dan gereja), rumah sakit, rumah tahanan dan barak-arak sederhana serta ladang-ladang pertanian yang digunakan untuk bercocok tanam.

Di pinggir jalan menuju ke kantor utama kawasan ini, terdapat patung yang terbuat dari batu kecil, yang disebut Humanity Park, yang dibangun untuk mengenang seorang gadis Vietnam bernama Tinhn Han Loai. Dia di perkosa oleh sesama pengungsi. Karena malu dia akhirnya bunuh diri. Untuk mengenang peristiwa tragis itu, maka para pengungsi membuat Patung di Humanity Park atau taman kemanusiaan ini.

sumber: http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=1747&type=9



Artikel Terkait:

0 comments:

Tips Menghindari Penipuan Berkedok Asuransi

Pemilik (Cadangan) Emas Terbesar Dunia, Indonesia Di nomor 37

Mengintip Tips Perjalanan Para Eksekutif Bisnis

Blue Ocean Strategy

Tips Membeli Emas Batangan, Emas Perhiasan & Emas Putih

Sales People: Amatir VS Professional

7 Kesalahan Terbesar dalam Marketing

Keterampilan Dasar Sales: Sudahkah Anda Miliki?

10 Konsep Marketing untuk Usaha Kecil

Peluang Usaha di Tahun 2010 yang Bakal Exis

8 Point Sederhana untuk Merebut Peluang Bisnis

9 Langkah Sukses Entrepreneur

10 Cara Efektif Mengurangi Hutang-Hutang Anda

Wanita-Wanita Berpengaruh dalam Bisnis

Kiat Sukses Usaha Waralaba

Bagaimana Mendanai Usaha?

Mengapa Hanya Sedikit Orang yang Sukses ?

Investasi di Bisnis Online, Kenapa Tidak?

Tak Takut Kaya, Tak Takut Miskin

Membuat Pelanggan Senang Berbelanja di Toko Anda

Tips Meningkatkan Pendapatan Adsense

Kunci Menuju Great Customer Service

Menciptakan Service Excellence Untuk Layanan Online

4 Kunci Utama dalam Melayani Pelanggan

Mengenali Faktor-faktor Kepuasan Pelanggan

Cara Memasarkan Produk Bisnis Online

Tips Bisnis Online Pemula :)

Tips Memulai Usaha Makanan

Tips Membangun Bisnis Cafe

Karakteristik Pengusaha Sukses

7 Tips Menjalankan Peluang Usaha Rumahan

Sukses Mengelola Wirausaha/Bisnis Online

Tips Cerdas dan Aman Memilih Asuransi

Tips Ampuh Menghapus Hutang Kartu Kredit

Tips Cerdas Menjadi Seorang Jutawan

5 Aspek Kesuksesan

5 Hukum Investasi Sepanjang Masa

Usaha Dengan Modal di Bawah 1 Juta

Pilih Investasi yang Menguntungkan

Inilah Siklus Karir Anda

4 Modal Menjadi Entrepreneur (Ternyata Bukan Uang)

Bagaimana Menjadi Komunikasi Yang Handal

Bodoh VS Pintar ala Bob Sadino

Contoh Usaha Mandiri

Apakah Mimpi Anda di Dalam Hidupmu?

How To Start a Business

Pilih Cara Mana Menerjuni Dunia Bisnis?

Memulai Usaha Sendiri

Cara Mem-Franchise-kan Usaha Anda