INFID Ingatkan Total Utang Indonesia Terus Meningkat
International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mengingatkan bahwa meski rasio utang Indonesia terhadap PDB mengalami penurunan, namun dalam kenyataannya nominal total utang Indonesia terus meningkat dan menjadi beban APBN.
Manager Program INFID, Wahyu Susilo, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (11/8), menyebutkan, dalam lima tahun ke depan setidaknya setiap tahun Indonesia harus mengalokasikan Rp100 triliun untuk pembayaran bunga dan cicilan utang.
"Padahal dalam lima tahun ke depan seharusnya APBN dikonsentrasikan untuk pembiayaan percepatan pencapaian MDGs yang hingga sekarang masih berjalan lamban," katanya.
INFID menilai pernyataan ADB mengenai posisi utang luar negeri Indonesia yang tidak perlu dikhawatirkan harus disikapi dengan kritis.
Untuk diketahui, walau PDB Indonesia tinggi, ternyata tidak seluruhnya milik Pemerintah Indonesia. Penghitungan PDB di Indonesia masih menyertakan kepemilikan dan kekayaan asing di Indonesia.
Sebelumnya ADB menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu mengkhawatirkan soal beban utang luar negeri yang sudah mencapai Rp1.625 triliun karena makin kecil rasionya jika dibandingkan dengan PDB Indonesia yang sekarang sudah mencapai Rp6.253,79 triliun.
Menurut INFID, sebagai lembaga keuangan regional yang merupakan salah satu pemberi utang terbesar kepada Indonesia, ADB mempunyai kepentingan agar Indonesia terus-menerus berutang kepadanya agar lembaga keuangan regional ini bisa membukukan keuntungan terus-menerus.
Setelah krisis ekonomi yang terjadi pada 2008, menurut INFID, ADB mengalami kesulitan pendanaan akibat banyak dana-dana ADB yang bersumber dari pasar modal yang terkena krisis.
Guna mendapatkan dana, dalam pertemuan tahunan di Bali pada Mei 2009, ADB mendorong anggotanya untuk memberikan tambahan modal dan itu disetujui. Sumber pendanaan ADB selain dari pasar modal, juga dari bunga utang ke Negara-negara anggotanya.
Menurut INFID, sampai sekarang Indonesia merupakan pengutang terbesar ADB. Dengan posisi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah (middle income country), berarti Indonesia tidak berhak lagi mendapatkan utang ADB kategori Asian Development Fund (ADF) yang berbunga rendah, tetapi Indonesia hanya mendapatkan utang dengan bunga komersil yaitu utang Ordinary Capital Resources (OCR).
INFID mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyerukan agar Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri. Hal itu di disampaikan pada Rapat Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi pada 19 Juli 2010.
Utang LN Swasta $15,7 Miliar
Semetara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah utang luar negeri swasta Indonesia sampai semester I-2010 mencapai US$ 15,7 miliar, naik 92,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yang sebesar US$ 8,25 milliar.
"Peningkatan tersebut mencerminkan kegiatan sektor riil yang semakin membaik. Prospek perekonomian Indonesia yang positif juga turut mempengaruhi kepercayaan asing untuk berinvestasi di dalam negeri," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah melalui pesan eletroniknya di Jakarta, Rabu (11/8).
Menurut Difi, peningkatan komitmen baru yang relatif tinggi dibandingkan 2009 terutama disebabkan terjadinya kontraksi selama semester I-2009 akibat krisis subprime mortgage.
"Kini, perolehan komitmen baru 2010 telah melebihi periode yang sama 2008 yang sebesar US$ 14,8 miliar di mana sebelum krisis subprime mortgage berdampak signifikan pada perekonomian nasional," paparnya.
Sektor ekonomi yang memiliki prospek cukup baik, menurut Difi antara lain sektor pertambangan, penggalian serta sektor listrik, gas, dan air bersih. Hal ini terlihat dari akumulasi perolehan komitmen baru selama semester I-2010 untuk kedua sektor tersebut yang meningkat masing-masing 404,6% dan 121,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2009.
"Peningkatan antara lain disebabkan oleh kenaikan permintaan batu bara terutama dari China dan India, serta pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik. Indikasi meningkatnya aktivitas sektor swasta juga tercermin dari komitmen baru yang mayoritas digunakan untuk modal kerja," jelas Difi.
Selama semester I-2010, mayoritas komitmen utang luar negeri baru sebesar 64,6%-nya diperoleh dari kreditor lainnya, sedangkan sisanya berasal dari perusahaan induk dan afiliasi yakni sebesar 35,4%.
"Hal ini mencerminkan minat investor kepada sektor swasta Indonesia semakin membaik meskipun tidak memiliki hubungan kepemilikan," tambah Difi.
Mayoritas komitmen baru selama semester I-2010 tersebut diterima dalam bentuk instrumen trade financing yakni sebesar 44,6% yang meningkat 65,2% dibandingkan akumulasi periode yang sama 2009.
Peningkatan komitmen baru trade financing sejalan dengan meningkatnya aktivitas impor non migas selama periode tersebut yang tercatat sebesar 41,9%.
Manager Program INFID, Wahyu Susilo, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (11/8), menyebutkan, dalam lima tahun ke depan setidaknya setiap tahun Indonesia harus mengalokasikan Rp100 triliun untuk pembayaran bunga dan cicilan utang.
"Padahal dalam lima tahun ke depan seharusnya APBN dikonsentrasikan untuk pembiayaan percepatan pencapaian MDGs yang hingga sekarang masih berjalan lamban," katanya.
INFID menilai pernyataan ADB mengenai posisi utang luar negeri Indonesia yang tidak perlu dikhawatirkan harus disikapi dengan kritis.
Untuk diketahui, walau PDB Indonesia tinggi, ternyata tidak seluruhnya milik Pemerintah Indonesia. Penghitungan PDB di Indonesia masih menyertakan kepemilikan dan kekayaan asing di Indonesia.
Sebelumnya ADB menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu mengkhawatirkan soal beban utang luar negeri yang sudah mencapai Rp1.625 triliun karena makin kecil rasionya jika dibandingkan dengan PDB Indonesia yang sekarang sudah mencapai Rp6.253,79 triliun.
Menurut INFID, sebagai lembaga keuangan regional yang merupakan salah satu pemberi utang terbesar kepada Indonesia, ADB mempunyai kepentingan agar Indonesia terus-menerus berutang kepadanya agar lembaga keuangan regional ini bisa membukukan keuntungan terus-menerus.
Setelah krisis ekonomi yang terjadi pada 2008, menurut INFID, ADB mengalami kesulitan pendanaan akibat banyak dana-dana ADB yang bersumber dari pasar modal yang terkena krisis.
Guna mendapatkan dana, dalam pertemuan tahunan di Bali pada Mei 2009, ADB mendorong anggotanya untuk memberikan tambahan modal dan itu disetujui. Sumber pendanaan ADB selain dari pasar modal, juga dari bunga utang ke Negara-negara anggotanya.
Menurut INFID, sampai sekarang Indonesia merupakan pengutang terbesar ADB. Dengan posisi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah (middle income country), berarti Indonesia tidak berhak lagi mendapatkan utang ADB kategori Asian Development Fund (ADF) yang berbunga rendah, tetapi Indonesia hanya mendapatkan utang dengan bunga komersil yaitu utang Ordinary Capital Resources (OCR).
INFID mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyerukan agar Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri. Hal itu di disampaikan pada Rapat Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi pada 19 Juli 2010.
Utang LN Swasta $15,7 Miliar
Semetara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah utang luar negeri swasta Indonesia sampai semester I-2010 mencapai US$ 15,7 miliar, naik 92,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yang sebesar US$ 8,25 milliar.
"Peningkatan tersebut mencerminkan kegiatan sektor riil yang semakin membaik. Prospek perekonomian Indonesia yang positif juga turut mempengaruhi kepercayaan asing untuk berinvestasi di dalam negeri," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah melalui pesan eletroniknya di Jakarta, Rabu (11/8).
Menurut Difi, peningkatan komitmen baru yang relatif tinggi dibandingkan 2009 terutama disebabkan terjadinya kontraksi selama semester I-2009 akibat krisis subprime mortgage.
"Kini, perolehan komitmen baru 2010 telah melebihi periode yang sama 2008 yang sebesar US$ 14,8 miliar di mana sebelum krisis subprime mortgage berdampak signifikan pada perekonomian nasional," paparnya.
Sektor ekonomi yang memiliki prospek cukup baik, menurut Difi antara lain sektor pertambangan, penggalian serta sektor listrik, gas, dan air bersih. Hal ini terlihat dari akumulasi perolehan komitmen baru selama semester I-2010 untuk kedua sektor tersebut yang meningkat masing-masing 404,6% dan 121,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2009.
"Peningkatan antara lain disebabkan oleh kenaikan permintaan batu bara terutama dari China dan India, serta pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik. Indikasi meningkatnya aktivitas sektor swasta juga tercermin dari komitmen baru yang mayoritas digunakan untuk modal kerja," jelas Difi.
Selama semester I-2010, mayoritas komitmen utang luar negeri baru sebesar 64,6%-nya diperoleh dari kreditor lainnya, sedangkan sisanya berasal dari perusahaan induk dan afiliasi yakni sebesar 35,4%.
"Hal ini mencerminkan minat investor kepada sektor swasta Indonesia semakin membaik meskipun tidak memiliki hubungan kepemilikan," tambah Difi.
Mayoritas komitmen baru selama semester I-2010 tersebut diterima dalam bentuk instrumen trade financing yakni sebesar 44,6% yang meningkat 65,2% dibandingkan akumulasi periode yang sama 2009.
Peningkatan komitmen baru trade financing sejalan dengan meningkatnya aktivitas impor non migas selama periode tersebut yang tercatat sebesar 41,9%.
source: http://www.analisadaily.com/
0 comments:
Post a Comment